Motisakti

Motisakti

Sabtu, 23 Februari 2013

Ijinkan Saya yang Meminta


Jelas sekali wajahnya muncul dalam mimpi saya. Dan ini untuk yang ke tiga kalinya. Yang membuat saya selalu terbangun tepat jam 03.00 WIB. Bersyukur karena mimpi itu justru membangunkan saya untuk sholat qiyamullail. Kalau mau meruntut mimpi itu pertama kali muncul usai saya dan beberapa teman BEM FMIPA menjenguknya karena sakit Hirschsprung (megacolon), penyakit yang sebenarnya lebih sering ditemui pada bayi. Sejenis penyakit karena kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosus Meissneri dan pleksus mienterikus Auerbachi (afwan intinya jadi tidak bisa BAB, ribet njelasinnya kalau masih penasaran cari di internet saja), hingga membuatnya hampir 2 bulan tidak masuk kuliah. Padahal teman-temannya termasuk saya, di bulan-bulan itu sudah mulai sibuk setor muka dan setor proposal skripsi dihadapan dosen.
Kami sesama anggota BEM FMIPA, jadi resah akan nasib teman kami yang tidak kunjung kelihatan dan tidak kunjung ada kabar, terlebih lagi posisinya sebagai mantan ketua BEM FMIPA sedang sangat diperlukan untuk serah terima jabatan (sertijab) ke ketua BEM FMIPA yang baru. Akhirnya kami mulai curiga karena sms-sms yang tidak pernah dibalas bahkan telpon pun tidak pernah diangkat. Muncullah niatan untuk silaturahmi ke rumahnya, yang jujur cukup jauh dari kampus kami. Tadinya yang mau berangkat adalah 20 orang, tapi karena takut dikira mau demo jadi disusut menjadi 7 orang ikhwan. Kenapa 7? karena kata mereka biar kayak laskar pelangi. Hehehe ya sebenernya kami itu memang kadang geje orang-orangnya. Sip, 7 ikhwan tangguh itu pun melesat kerumahnya di daerah Sragen. Afwan sampai lupa memperkenalkan namanya, namanya Fikri Al-Farisi. Cukup akrab dengan dipanggil Faris, ibunya sangat mengidolakan sahabat nabi yang bernama Salman Al-Farisi dan dengan mengilhami itu maka terrcetuslah nama anaknya Fikri Al-Farisi yang berarti pemikiran Al-Farisi/Salman Al-Farisi. Begitulah kalimat mukaddimahnya saat mengawali rapat perdana BEM FMIPA dengan Faris sebagai ketuanya.
Singkat cerita sepulang mereka dari Sragen membawa kabar sedih bahwa Faris kena megakolon dan sekarang sedang di opname di RSI Yarsis Surakarta. Yap penyakit itu membuat tubuhnya menjadi kurus karena mau makan pun menjadi tidak nyaman, tapi Alhamdulillah pada saat kami menjenguk sudah dilakukan operasi dan masih perlu bedrest.
Ohya kembali lagi tentang kelanjutan mimpi saya. Jujur tidak pernah terbesit dalam hati ini memikirkan dia terlalu dalam, bahkan jatuh hati pun tidak. Saya tidak mengerti apakah ini karena rasa iba ataukah sesuatu yang lain. Selepas menjenguknya dari Rumah Sakit, saya memang merasa miris dan iba melihat orang yang terkenal konyol, cuek, PeDe namun sebenarnya memang punya karisma kepemimpinan itu kini terbaring lemah dengan tubuh yang semakin kurus, jujur kalau boleh berpendapat layak seperti marasmus, mungkin lemak, karbohidrat bahkan protein dalam tubuhnya hampir habis memenuhi energi untuk kebutuhan tubuhnya. Ya, selepas itu entah dari mana asalnya saya bermimpi menikah dengannya dan merawatnya.  Oke saya sadar mungkin saat itu adalah rasa keibaan saya yang berperan hingga membawanya kealam bawah sadar saya dan terwujudlah mimpi semacam itu.
Semula mimpi perdana itu saya hapus dari memori. Karena jujur saja cukup berpengaruh pada kehidupan nyata saya, jadi aneh dan terasa bagaimana gitu kalau mendengar namanya disebut teman saya. Namun perlahan memori mimpi itupun hilang meski masih terasa bekasnya karena begitu nampak nyata. Kesibukan akan penyusunan skripsi membuat saya tidak begitu mengambil hati tentang apa yang telah terjadi dalam bunga tidur saya. Tapi itu ternyata tidak bertahan lama.
            “Fi” panggil Jelita. Ya nama saya Lutfi, Annisa Lutfiya Izzah. “Tadi aku lihat Faris di perpustakaan?” lanjutnya.
            “Oh ya?” sahut saya singkat dan terkesan cuek.
            “Kok cuma oh ya sich.” protes Jelita. Saya kurang tahu sich perasaan Jelita ke Faris. Tapi kalau saya lihat Jelita itu cukup perhatian dengan kondisi Faris, sampai-sampai tahu cita-citanya begitu juga Faris yang nampak cukup memahami sifat Jelita yang terkesan melankolis. Mungkin mereka cocok. Tapi ya maklum dink, Faris kan ketua si Jelita Sekertaris jadi ya intensitas komunikasi tergolong sering. “Tapi aku suka semangatnya biar bisa cepet sidang skripsi. Dengan tubuhnya yang masih kayak orang maris, mari apa sich namanya roti mari?” tanyanya sembari melirik saya.
            “Marasmus neng Jelita cantik” jawab saya gombal.
            Iya jujur percakapan itulah yang mulai mengusik pikiran saya kembali tentang mimpi aneh 1 bulan yang lalu. Dan yang membuat saya tambah kikuk ketika koreksi beruntun dari dosen yang mengharuskan saya untuk berkunjung ke perpus. Padahal jelas 2 jam yang lalu Jelita cerita kalau Faris ada diperpus. Belum siap saya bertemu dengannya. Tapi mungkin juga tidak bertemu kan sudah 2 jam yang lalu.
            Perpus FMIPA tergolong cukup besar dan luas, bukunya juga seabrek, suasananya hening, namun kalau lagi bulan-bulan seperti ini jadi rame, ya 90% isinya mahasiswa tingkat akhir. Oke mantap dan bikin tambah pusing. Tapi memacu semangat juga sich karena lirik kanan kiri kebanyakan sudah sampai BAB 4 jadi semangat buat segera memperbaiki pembahasan.
            5 buah buku sudah saya letakkan di ruang baca yang rata-rata dihuni anak-anak muka kusut, saking serius dan pusingnya. Mending saya yang cuma ambil 5 buku ada tuh yang ambil 12 buku, entah mau disortir atau dibaca semua atau dijiplak semua biar jadi skripsi tertebal sekampus.
            Saat sedang asyik menyusun kalimat-kalimat pembuktian, ces laptop mati. Ya Rabb sampai lupa kalau baterai tinggal 15 persen, pakai acara tidak muncul pemberitahuan dulu sebelum mati, atau karena saking khusyuknya sampai tidak sadar ada pemberitaan dilayar laptop. Entahlah yang jelas sekarang harus pindah tempat sebelum kalimat-kalimat yang sudah tersusun diotak ini hilang.
            “Misi ya?” ucapku yang langsung menancapkan carger laptop di terminal listrik sebelah, hah sebelah siapa? Ya Rabb saking pusingnya sampai tidak sadar kalau didepan saya.....
            “Silahkan” sahut Faris yang tampak masih khusyuk dengan bacaannya.
            ‘Ya Rabb kenapa dia masih disini dan justru palah bertemu.’ gerutu saya dalam hati. Sungguh posisi yang tidak nyaman saat itu. Dan entah apa yang mengusiknya tiba-tiba konsentrasinya beralih ke arah saya.
            “Oh, Lutfi.” ucapannya itu membuat saya harus memasang senyum. “Sudah sampai bab berapa?” tanyanya lagi.
            “ Bab 4” sahutku. “ Antum sudah penelitiankan?” tanyaku lagi, jujur tak mengerti kenapa lisan ini bertanya semacam itu.
            “Alhamdulillah sedang merancang mohon doanya saja” sahutnya pelan. Masih nampak guratan sakit di wajahnya. Pucat dan lemah, dan sekarang harus berperang dalam laga skripsi ini.
            “Aamiin, Insya Allah.” jawabku singkat. Dan setelah itu dia pun pamit pulang dulu, memang sudah selayaknya dia istirahat dirumah pikirku.
♥♥♥
           
            Dua bulan setelah pertemuan singkat itu memang kami tidak pernah bertemu lagi, hanya sering kulihat dia keluar masuk ruang pak Farhan, dosen pembimbingnya. Alhamdulillah mimpi itu juga tidak kembali mengusik saya. Memang benar skripsi telah menyita pikiran yang menurut saya susah disandingkan dengan memikirkan dilema hati. Dan Alhamdulillah saya sudah selesai sidang. Lega....
            Sembari mengisi waktu menunggu wisuda saya memang dapat tawaran untuk menjadi guru privat anak SD kelas 4. Jelas tawaran itu langsung saya terima. Tawaran yang mungkin tak datang 2 kali. Waktu ini yang saya fokuskan bagaimana agar tidak terkesan menganggur. Jadilah alih profesi sementara menjadi guru les privat anak SD.
            Intensitas kehadiran saya dikampus memang sudah mulai berkurang. Namun entah kenapa mimpi ini kembali hadir. Ya lagi-lagi saya melihat dia dalam mimpi saya. Bukan hanya 1 kali tapi ini terulang menjadi 3 kali.
            “Saya heran mbak kenapa ya ikhwan itu kembali hadir dalam mimpi saya?” curhat saya kepada murrabi saya, mbak Aisyah.
            Beliau hanya tersenyum dan menjawab singkat “Kalau memang menganggu istikhorohkan saja.”
            Sebenarnya saya masih ingin bertanya panjang lebar, tapi teman-teman liqo’ mulai berdatangan. Malu juga kalau mereka mendengar curhatan saya. Tapi mungkin memang benar baiknya diistikhorohkan saja.  
♥♥♥
            Istikhoroh itu membawa satu jawaban, yang membuat saya masih tak percaya karena jawabannya adalah sekelebat wajahnya mengusik pikiran saya. Saya jadi teringat cara-cara untuk mendapatkan calon suami, salah satunya diperbolehkan melamar langsung.
            Izinkan saya mengutip kalimat yang terdapat dalam buku karangan Cahyadi Takariawan berjudul “Di Jalan Dakwah Aku Menikah”. Di zaman Nabi SAW seorang perempuan muslimah menawarkan dirinya kepada beliau, Tsabit Al-Bunani bercerita bahwa dia berada di dekat Anas r.a. dan disebelahnya ada anak perempuan Anas. Kemudian Anas berkata, “Seorang wanita datang kepada Rasulullah SAW menawarkan dirinya seraya berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau berhasrat kepadaku?” Maka puteri Anas berkomentar, “Betapa sedikit perasaan malunya.” Anas menjawab, “Dia lebih baik daripadamu, dia menginginkan Nabi lalu menawarkan diri kepada beliau.” (Bukhari).
            Makna dari hadist tadi adalah kebolehan seorang wanita untuk menawarkan diri kepada laki-laki saleh karena menyukai kesalehannya. Namun memang ini kurang lazim dilakukan oleh seorang wanita. Hem.... entah apa yang kini merasuki benakku. Dengan sengaja tertulislah kalimat ini dilayar HP.
Bismillahirrahmanirrahim...
Akhi bisakah kau menjadi imamku? Saya serius mengatakan ini. Ini bukan humor dan saya sadar mengatakannya. Saya memang tidak memikirkan antum terlalu dalam bahkan saya tidak mengerti mengapa antum hadir terus dalam mimpi saya. Saya sudah mengistikhorohkan semua ini. Antum tidak harus menjawabnya sekarang. Afwan.
Entah apa yang merasuki jiwa dan alam bawah sadar saya. SMS itu benar-benar terkirim ke no HP Faris. Ya Rabb. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya. Yang jelas saat itu justru yang hadir perasaan lega bukan penyesalan.
            Saya berharap Faris menganggapnya hanyalah sebuah pernyataan biasa yang tidak perlu difikirkan ataupun dibalas. Saya berharap Faris tidak menanggapinya. Atau entahlah apa yang akan terjadi. Yang jelas ini seperti sebuah keteledoran saya.
            Benarlah 1 hari kemudian HP saya bergetar, ada SMS rupanya. Dan Faris
 Bismillahirrahmanirrahim.....
Saya hanya manusia biasa yang tidak berhak memutuskan sesuatu tanpa seizinnya. Jodoh, rezeki, hidup mati sudah tertulis dalam Lauful Mahfuz. Ya Allah, engkaulah yang Maha Penguasa dan Maha Mengetahui sesuatu yang masih tersembunyi. Ya Allah pilihkanlah yang terbaik untuknya, pilihkanlah pendamping hidup yang baik untuknya. Aamiin. Afwan mungkin untuk saat ini bukan saya.
Sungguh bergetar hati saya membaca SMS Faris. Ya Rabb, ampuni hamba. Saya merasa bersalah akan ketidaksabaran dan ketergesa-gesaan sikap saya. Seharusnya saya bisa lebih bersabar. Sekarang dengan raut muka seperti apa yang akan saya tunjukkan ketika saya bertemu dengannya suatu saat nanti. Saya harusnya sadar semua ini tidak seharusnya dilakukan oleh akhwat seperti saya. Ya Rabb, malunya.....
♥♥♥
Jujur sampai saat ini, saya masih tidak percaya akan jawaban penolakannya secara halus. Namun saya sadar mungkin memang benar yang kemarin itu hanya bunga tidur, seharusnya tidak saya ambil sampai kehati. Ataukah mungkin yang kemarin itu adalah penjelmaan rasa saya, mungkinkah sebenarnya saya jatuh hati padanya sehingga muncul mimpi-mimpi semacam itu. Mungkinkah saat istikhoroh hati saya belum khusyuk dan masih didominasi olehnya sehingga yang muncul adalah dirinya. Astagfirullahaladzim.
♥♥♥
Langit hari sabtu ini begitu cerah, angin berhembus menyejukkan perasaan. Kicauan burung bersenandung merdu memeriahkan hari ini. Ini hari yang paling kami tunggu, wisuda. Auditorium kampus nampak ramai, ayah ibu kakak adik semua berkumpul menemai calon wisudawan/wati. Meriah sekali....
Wisuda adalah moment yang penting bagi kami, tapi untuk saat ini jujur saya cemas. Cemas karena sesuatu hal yang harusnya tidak perlu saya fikirkan.
Prosesi wisuda berjalan lancar dan menyenangkan. Tapi ini saya rasa sementara, karena setelah ini ada tantangan besar yang akan menunggu kita, ya berlomba-lomba mendapatkan pekerjaan. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana wajah saya ketika menganggur dirumah. Semoga hanya sebentar masa menunggunya. Aamiin.
♥♥♥
5 bulan berpisah dari kampus. Memang benar saya sudah mendapat pekerjaan dan sempat menganggur selama 3 bulan, sungguh 3 bulan itu sudah serasa 1 tahun saja. Sikap ambisius saya inilah yang membuat saya tidak sabar terlalu lama dirumah. Namun, alhamdulillah kini saya berusaha untuk menjatuhkan cinta pada pekerjaan ini.
dddddrrrrrrtttttt.... HP saya bergetar, SMS dari Jelita.
            Assalamu’alaikum.... ukhtyku cantik...
           Eh kemana aja nich? sudah lama tidak mendengar kabarmu,, BTW udah ada yang melamar    belum? kalau mau nikah kabar-kabar ya? ^^
Membacanya membuat saya senyum-senyum tidak jelas. Nich anak, udah lama tidak SMS, tiba-tiba SMS begituan. Bikin galau saja...
Saya fikir itu hanyalah SMS biasa dari seorang sahabat yang sudah lama tidak bersua dan ternyata 5 hari kemudian Jelita SMS lagi.
Assalamu’alaikum cantik.....
Hari ini ada dirumahkan?
Langsung saya balas
Wa’alaikumsalam, ada sayangku,, mau main po?
Dan langsung dia balas
Mungkin yang lain yang mau mampir.
Hah, aneh apa sich maksudnya. Tapi tidak terlalu saya gubris karena kebetulan pulsa saya tinggal 200 perak. Tapi kalau dipikir-pikir aneh juga ya. Ganjil.
13.00 WIB. Minggu siang ini, saya memang tidak ada agenda penting, akhirnya menghabiskan waktu membaca buku di depan ruang tamu. Dalam kekhusyukan dan ke asyikan tentang apa yang sedang saya baca, terdengar suara motor. Tepat berhenti di depan rumah. Hmm, siapa ya?
“Assalamu’alaikum...” ucap tamu itu.
Tanpa berfikir panjang setelah memakai kaus kaki, saya buka pintu rumah. Rasanya seperti mendengar balon meletus saat melamu. Kaget, ya kaget. Ini siapa? Apa mata saya tidak salah melihat? Ataukah saya cuma berhalusinasi?
“Menjawab salam wajib kan ukht?” tanyanya lagi.
“Hah” sahut saya kikuk. “Wa’alaikumussalam” lanjut saya yang masih tidak percaya kalau yang berdiri dihadapan saya ini Faris. Fikri Al-Farisi. Orang yang dulu pernah saya minta menjadi imam. “Oh ya silahkan masuk dan duduk”
Dengan jiwa yang masih setengah bingung saya langsung meluncur ke dapur, membuatkannya minum dan mengajak keponakan saya yang masih berumur 3 tahun untuk ikut keluar. Biar ada muhrimnya gitu.
“Silahkan diminum.” ucap saya sembari tersenyum. “ Kok antum tahu rumah saya?” selidikku.
“Jelita yang ngasih tahu.” jawabnya santai sembari mengambil gelas.
Jujur saya bingung dan kikuk apa tujuan dia kesini dan apa yang harus saya katakan padanya. Rasanya seperti mimpi saja. Kalau boleh lari. Saya pasti sudah lari sekencang-kencangnya, biarlah dia disini sendiri. Tapi ini sungguh nyata. Saya harus menghadapinya. Ya Allah jujur saya masih malu dengan apa yang pernah terjadi diantara kami.
Hening, ya suasana berubah menjadi hening, cukup lama 10 menit. Akhirnya saya beranikan diri untuk bertanya.” Jadi antum kesini...”
“Iya afwan saya jadi bingung sendiri” serobotnya. “Bismillahirahmanirrahim” ucapnya sembari menghela nafas. “Afwan ukht, mungkin saya lancang kesini tanpa memberi kabar terlebih dahulu, saya cuma ingin membalas anti.”
Mendengarnya mukaku langsung berkerut. Apa? Membalas?
“Afwan, maksud saya membalas kenekatan anti yang telah membuat saya kaget.” lanjutnya.
“Soal itu, afwan, afwan jiddan.” ucap saya penuh penyesalan. “Mungkin saya terlalu lancang dan terlalu berani, atau saya yang tidak tahu malu” tambah saya penuh penyesalan.
“Justru saya berterimakasih pada anti, kalau anti tidak mengingatkan mungkin saya tidak terlalu menyadari semua ini” ucapnya. “Setelah anti mengatakan itu jujur saya tidak melakukan istikhoroh saat menjawabnya, yang terpikir dalam benak saya ini bukanlah pilihan tapi pertanyaan tantang dan keharusan. Tapi saya menyadari kelemahan diri saya ketidakmampuan saya waktu itu. Akhirnya sampai saya menemukan buku dan membacanya.” ucapnya sembari menghela nafas. “Yang intinya percakapan Rasulullah SAW dengan ‘Ukaf bin Wada’ah Al Hilali, tentang mengapa ‘Ukaf belum beristri padahal dia sehat lagi berkemampuan. “ urainya. “Lalu beliau bersabda bahwa golongan umat beliau adalah yang mematuhi perintahnya yaitu menikah bagi siapa yang telah mempunyai kemampuan untuk menikah. Orang yang paling durhaka diantara kalian adalah yang membujang, dan orang yang mati paling hina diantara kamu ialah kematian bujangan, maka menikahlah!” urainya panjang lebar. Ya nampaknya Faris telah menghafalkan dialek ini semalaman. Meskipun demikian saya hanya bisa menunduk mendengar penuturannya. “Oleh karena itu ukht, ijinkalah saya yang meminta!” tandasnya.
Sontak jantung saya berdetak tak karuan, saya pegang erat adik ponakan dalam pangkuan saya.
“Saya bukannya menolak anti, tapi saya merasa kurang lazim kalau anti yang mengatakannya, maka ijinkan saya yang meminta!” ucapnya lagi kali ini sangat menohok hati. “Anti belum dikhitbah kan?” tanyanya.
“Belum” jawab saya dengan nada agak serak. Jujur tangis saya ingin pecah saat itu.
“Kalau begitu, bismillahirahmanirrahim, saya datang kerumah anti untuk mengkhitbah anti.” tegasnya. “Selayaknya dulu anti memberi waktu, maka saya pun juga akan memberikan waktu pada anti untuk mengistikhorohkannya.”
Ya Allah, saya tidak pernah menyangka semua ini kembali lagi pada saya. Sekarang dia yang memintanya. Dia sungguh-sungguh memintanya, betapa salahnya saya atas ketidaksabaran saya waktu dulu. Ampuni saya Ya Allah.
♥♥♥
Saya sudah menjawab permintaanya lewat SMS, bahwa saya bersedia dan keluarga saya pun sudah saya beritahu dan mereka setuju. Dua minggu setelah itu dia kembali datang dengan membawa keluarga besarnya. Kami pun mulai membicarakan keseriusan niat dan jadilah satu bulan kedepan kami menikah.
♥♥♥
Subhanallah, indah memang dan selayaknya kita sebagai akhwat bersabar dalam penantian ini kalaupun tak kuasa bolehlah memintakan kepada wali kita untuk melamarkan seseorang untuk kita. Kisah Anisa Lutfiya Izzah bisa saja terjadi dikehidupan nyata, namun bisa saja hanya menjadi sebuah fiktif semata. Semoga Allah selalu memberikan kita terutama akhwat kesabaran dalam penantian ini. Aamiin. Isilah masa penantian ini dengan memperdalam ilmu agama, memperbanyak membaca, istikhomah tilawah Al-Qur’an, dan menambah hafalan. Wallahu’alam.
Hari triardiyanti♥♥♥

4 komentar:

  1. Teringat kajian Shahih bukhari semalam. Hadits tentang Umar bin khattab yang meminta utsman dan Abu Bakar untuk menikahi hafsah. Betapa penting peran orang tua untuk mencarikan jodoh yg shalih untuk anaknya dan bukan membiarkannya mencari sendiri yg pada akhirnya terjebak dalam proses pencarian yg salah (pacaran). nauzubillahi min zalik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju.... maka dari itu perlulah ada keterbukaan antara anak dan orang tua sehingga bisa saling memahami keinginan ataupun rencana hidup... (untuk mengkomunikasikan hal seperti pernikahan jelas bukanlah suatu yang mudah, karena biasa terjadi kecanggungan)

      Hapus
  2. Kisah yang indah, kak...
    Seondah penantian itu...
    ^.^

    BalasHapus

Jazakumullah khoir atas kritik dan sarannya... ^^