Jelas sekali
wajahnya muncul dalam mimpi saya. Dan ini untuk yang ke tiga kalinya. Yang
membuat saya selalu terbangun tepat jam 03.00 WIB. Bersyukur karena mimpi itu
justru membangunkan saya untuk sholat qiyamullail. Kalau mau meruntut mimpi
itu pertama kali muncul usai saya dan beberapa teman BEM FMIPA menjenguknya
karena sakit Hirschsprung (megacolon), penyakit yang sebenarnya
lebih sering ditemui pada bayi. Sejenis penyakit karena kelainan kongenital pada
kolon yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus
submukosus Meissneri dan pleksus mienterikus Auerbachi (afwan intinya
jadi tidak bisa BAB, ribet njelasinnya kalau masih penasaran cari di internet
saja), hingga membuatnya hampir 2 bulan tidak masuk kuliah. Padahal
teman-temannya termasuk saya, di bulan-bulan itu sudah mulai sibuk setor muka
dan setor proposal skripsi dihadapan dosen.
Kami sesama
anggota BEM FMIPA, jadi resah akan nasib teman kami yang tidak kunjung
kelihatan dan tidak kunjung ada kabar, terlebih lagi posisinya sebagai mantan
ketua BEM FMIPA sedang sangat diperlukan untuk serah terima jabatan (sertijab)
ke ketua BEM FMIPA yang baru. Akhirnya kami mulai curiga karena sms-sms yang
tidak pernah dibalas bahkan telpon pun tidak pernah diangkat. Muncullah niatan
untuk silaturahmi ke rumahnya, yang jujur cukup jauh dari kampus kami. Tadinya
yang mau berangkat adalah 20 orang, tapi karena takut dikira mau demo jadi
disusut menjadi 7 orang ikhwan. Kenapa 7? karena kata mereka biar kayak laskar
pelangi. Hehehe ya sebenernya kami itu memang kadang geje orang-orangnya. Sip,
7 ikhwan tangguh itu pun melesat kerumahnya di daerah Sragen. Afwan sampai lupa
memperkenalkan namanya, namanya Fikri Al-Farisi. Cukup akrab dengan dipanggil
Faris, ibunya sangat mengidolakan sahabat nabi yang bernama Salman Al-Farisi
dan dengan mengilhami itu maka terrcetuslah nama anaknya Fikri Al-Farisi yang
berarti pemikiran Al-Farisi/Salman Al-Farisi. Begitulah kalimat mukaddimahnya
saat mengawali rapat perdana BEM FMIPA dengan Faris sebagai ketuanya.
Singkat cerita
sepulang mereka dari Sragen membawa kabar sedih bahwa Faris kena megakolon dan
sekarang sedang di opname di RSI Yarsis Surakarta. Yap penyakit itu
membuat tubuhnya menjadi kurus karena mau makan pun menjadi tidak nyaman, tapi
Alhamdulillah pada saat kami menjenguk sudah dilakukan operasi dan masih perlu
bedrest.
Ohya kembali lagi tentang
kelanjutan mimpi saya. Jujur tidak pernah terbesit dalam hati ini memikirkan
dia terlalu dalam, bahkan jatuh hati pun tidak. Saya tidak mengerti apakah ini
karena rasa iba ataukah sesuatu yang lain. Selepas menjenguknya dari Rumah
Sakit, saya memang merasa miris dan iba melihat orang yang terkenal konyol,
cuek, PeDe namun sebenarnya memang punya karisma kepemimpinan itu kini
terbaring lemah dengan tubuh yang semakin kurus, jujur kalau boleh berpendapat
layak seperti marasmus, mungkin lemak, karbohidrat bahkan protein dalam
tubuhnya hampir habis memenuhi energi untuk kebutuhan tubuhnya. Ya, selepas itu
entah dari mana asalnya saya bermimpi menikah dengannya dan merawatnya. Oke saya sadar mungkin saat itu adalah rasa
keibaan saya yang berperan hingga membawanya kealam bawah sadar saya dan
terwujudlah mimpi semacam itu.
Semula mimpi
perdana itu saya hapus dari memori. Karena jujur saja cukup berpengaruh pada
kehidupan nyata saya, jadi aneh dan terasa bagaimana gitu kalau mendengar
namanya disebut teman saya. Namun perlahan memori mimpi itupun hilang meski
masih terasa bekasnya karena begitu nampak nyata. Kesibukan akan penyusunan
skripsi membuat saya tidak begitu mengambil hati tentang apa yang telah terjadi
dalam bunga tidur saya. Tapi itu ternyata tidak bertahan lama.
“Fi”
panggil Jelita. Ya nama saya Lutfi, Annisa Lutfiya Izzah. “Tadi aku lihat Faris
di perpustakaan?” lanjutnya.
“Oh
ya?” sahut saya singkat dan terkesan cuek.
“Kok
cuma oh ya sich.” protes Jelita. Saya kurang tahu sich perasaan Jelita ke
Faris. Tapi kalau saya lihat Jelita itu cukup perhatian dengan kondisi Faris,
sampai-sampai tahu cita-citanya begitu juga Faris yang nampak cukup memahami
sifat Jelita yang terkesan melankolis. Mungkin mereka cocok. Tapi ya maklum
dink, Faris kan ketua si Jelita Sekertaris jadi ya intensitas komunikasi
tergolong sering. “Tapi aku suka semangatnya biar bisa cepet sidang skripsi.
Dengan tubuhnya yang masih kayak orang maris, mari apa sich namanya roti mari?”
tanyanya sembari melirik saya.
“Marasmus
neng Jelita cantik” jawab saya gombal.
Iya
jujur percakapan itulah yang mulai mengusik pikiran saya kembali tentang mimpi
aneh 1 bulan yang lalu. Dan yang membuat saya tambah kikuk ketika koreksi
beruntun dari dosen yang mengharuskan saya untuk berkunjung ke perpus. Padahal
jelas 2 jam yang lalu Jelita cerita kalau Faris ada diperpus. Belum siap saya
bertemu dengannya. Tapi mungkin juga tidak bertemu kan sudah 2 jam yang lalu.
Perpus
FMIPA tergolong cukup besar dan luas, bukunya juga seabrek, suasananya hening,
namun kalau lagi bulan-bulan seperti ini jadi rame, ya 90% isinya mahasiswa
tingkat akhir. Oke mantap dan bikin tambah pusing. Tapi memacu semangat juga
sich karena lirik kanan kiri kebanyakan sudah sampai BAB 4 jadi semangat buat
segera memperbaiki pembahasan.
5
buah buku sudah saya letakkan di ruang baca yang rata-rata dihuni anak-anak
muka kusut, saking serius dan pusingnya. Mending saya yang cuma ambil 5 buku
ada tuh yang ambil 12 buku, entah mau disortir atau dibaca semua atau dijiplak
semua biar jadi skripsi tertebal sekampus.
Saat
sedang asyik menyusun kalimat-kalimat pembuktian, ces laptop mati. Ya Rabb
sampai lupa kalau baterai tinggal 15 persen, pakai acara tidak muncul
pemberitahuan dulu sebelum mati, atau karena saking khusyuknya sampai tidak
sadar ada pemberitaan dilayar laptop. Entahlah yang jelas sekarang harus pindah
tempat sebelum kalimat-kalimat yang sudah tersusun diotak ini hilang.
“Misi
ya?” ucapku yang langsung menancapkan carger laptop di terminal listrik
sebelah, hah sebelah siapa? Ya Rabb saking pusingnya sampai tidak sadar kalau
didepan saya.....
“Silahkan”
sahut Faris yang tampak masih khusyuk dengan bacaannya.
‘Ya
Rabb kenapa dia masih disini dan justru palah bertemu.’ gerutu saya dalam hati.
Sungguh posisi yang tidak nyaman saat itu. Dan entah apa yang mengusiknya
tiba-tiba konsentrasinya beralih ke arah saya.
“Oh,
Lutfi.” ucapannya itu membuat saya harus memasang senyum. “Sudah sampai bab
berapa?” tanyanya lagi.
“
Bab 4” sahutku. “ Antum sudah penelitiankan?” tanyaku lagi, jujur tak mengerti
kenapa lisan ini bertanya semacam itu.
“Alhamdulillah
sedang merancang mohon doanya saja” sahutnya pelan. Masih nampak guratan sakit
di wajahnya. Pucat dan lemah, dan sekarang harus berperang dalam laga skripsi
ini.
“Aamiin,
Insya Allah.” jawabku singkat. Dan setelah itu dia pun pamit pulang dulu,
memang sudah selayaknya dia istirahat dirumah pikirku.
♥♥♥
Dua bulan setelah pertemuan singkat
itu memang kami tidak pernah bertemu lagi, hanya sering kulihat dia keluar
masuk ruang pak Farhan, dosen pembimbingnya. Alhamdulillah mimpi itu juga tidak
kembali mengusik saya. Memang benar skripsi telah menyita pikiran yang menurut
saya susah disandingkan dengan memikirkan dilema hati. Dan Alhamdulillah saya
sudah selesai sidang. Lega....
Sembari mengisi waktu menunggu
wisuda saya memang dapat tawaran untuk menjadi guru privat anak SD kelas 4.
Jelas tawaran itu langsung saya terima. Tawaran yang mungkin tak datang 2 kali.
Waktu ini yang saya fokuskan bagaimana agar tidak terkesan menganggur. Jadilah
alih profesi sementara menjadi guru les privat anak SD.
Intensitas
kehadiran saya dikampus memang sudah mulai berkurang. Namun entah kenapa mimpi
ini kembali hadir. Ya lagi-lagi saya melihat dia dalam mimpi saya. Bukan hanya
1 kali tapi ini terulang menjadi 3 kali.
“Saya heran
mbak kenapa ya ikhwan itu kembali hadir dalam mimpi saya?” curhat saya kepada
murrabi saya, mbak Aisyah.
Beliau
hanya tersenyum dan menjawab singkat “Kalau memang menganggu istikhorohkan
saja.”
Sebenarnya
saya masih ingin bertanya panjang lebar, tapi teman-teman liqo’ mulai
berdatangan. Malu juga kalau mereka mendengar curhatan saya. Tapi mungkin
memang benar baiknya diistikhorohkan saja.
♥♥♥
Istikhoroh
itu membawa satu jawaban, yang membuat saya masih tak percaya karena jawabannya
adalah sekelebat wajahnya mengusik pikiran saya. Saya jadi teringat cara-cara
untuk mendapatkan calon suami, salah satunya diperbolehkan melamar langsung.
Izinkan
saya mengutip kalimat yang terdapat dalam buku karangan Cahyadi Takariawan
berjudul “Di Jalan Dakwah Aku Menikah”. Di zaman Nabi SAW seorang perempuan
muslimah menawarkan dirinya kepada beliau, Tsabit Al-Bunani bercerita bahwa dia
berada di dekat Anas r.a. dan disebelahnya ada anak perempuan Anas. Kemudian
Anas berkata, “Seorang wanita datang kepada Rasulullah SAW menawarkan dirinya
seraya berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau berhasrat kepadaku?” Maka
puteri Anas berkomentar, “Betapa sedikit perasaan malunya.” Anas menjawab, “Dia
lebih baik daripadamu, dia menginginkan Nabi lalu menawarkan diri kepada
beliau.” (Bukhari).
Makna
dari hadist tadi adalah kebolehan seorang wanita untuk menawarkan diri kepada
laki-laki saleh karena menyukai kesalehannya. Namun memang ini kurang lazim
dilakukan oleh seorang wanita. Hem.... entah apa yang kini merasuki benakku.
Dengan sengaja tertulislah kalimat ini dilayar HP.
Bismillahirrahmanirrahim...
Akhi bisakah kau menjadi
imamku? Saya serius mengatakan ini. Ini bukan humor dan saya sadar
mengatakannya. Saya memang tidak memikirkan antum terlalu dalam bahkan saya
tidak mengerti mengapa antum hadir terus dalam mimpi saya. Saya sudah
mengistikhorohkan semua ini. Antum tidak harus menjawabnya sekarang. Afwan.
Entah apa yang merasuki jiwa dan
alam bawah sadar saya. SMS itu benar-benar terkirim ke no HP Faris. Ya Rabb.
Saya tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya. Yang jelas saat itu justru yang
hadir perasaan lega bukan penyesalan.
Saya
berharap Faris menganggapnya hanyalah sebuah pernyataan biasa yang tidak perlu
difikirkan ataupun dibalas. Saya berharap Faris tidak menanggapinya. Atau
entahlah apa yang akan terjadi. Yang jelas ini seperti sebuah keteledoran saya.
Benarlah
1 hari kemudian HP saya bergetar, ada SMS rupanya. Dan Faris
Bismillahirrahmanirrahim.....
Saya hanya
manusia biasa yang tidak berhak memutuskan sesuatu tanpa seizinnya. Jodoh,
rezeki, hidup mati sudah tertulis dalam Lauful Mahfuz. Ya Allah, engkaulah yang
Maha Penguasa dan Maha Mengetahui sesuatu yang masih tersembunyi. Ya Allah
pilihkanlah yang terbaik untuknya, pilihkanlah pendamping hidup yang baik
untuknya. Aamiin. Afwan mungkin untuk saat ini bukan saya.
Sungguh
bergetar hati saya membaca SMS Faris. Ya Rabb, ampuni hamba. Saya merasa bersalah akan
ketidaksabaran dan ketergesa-gesaan sikap saya. Seharusnya saya bisa lebih
bersabar. Sekarang dengan raut muka seperti apa yang akan saya tunjukkan ketika
saya bertemu dengannya suatu saat nanti. Saya harusnya sadar semua ini tidak
seharusnya dilakukan oleh akhwat seperti saya. Ya Rabb, malunya.....
♥♥♥
Jujur sampai
saat ini, saya masih tidak percaya akan jawaban penolakannya secara halus. Namun
saya sadar mungkin memang benar yang kemarin itu hanya bunga tidur, seharusnya
tidak saya ambil sampai kehati. Ataukah mungkin yang kemarin itu adalah
penjelmaan rasa saya, mungkinkah sebenarnya saya jatuh hati padanya sehingga
muncul mimpi-mimpi semacam itu. Mungkinkah saat istikhoroh hati saya belum
khusyuk dan masih didominasi olehnya sehingga yang muncul adalah dirinya.
Astagfirullahaladzim.
♥♥♥
Langit hari
sabtu ini begitu cerah, angin berhembus menyejukkan perasaan. Kicauan burung
bersenandung merdu memeriahkan hari ini. Ini hari yang paling kami tunggu,
wisuda. Auditorium kampus nampak ramai, ayah ibu kakak adik semua berkumpul
menemai calon wisudawan/wati. Meriah sekali....
Wisuda adalah
moment yang penting bagi kami, tapi untuk saat ini jujur saya cemas. Cemas
karena sesuatu hal yang harusnya tidak perlu saya fikirkan.
Prosesi wisuda
berjalan lancar dan menyenangkan. Tapi ini saya rasa sementara, karena setelah
ini ada tantangan besar yang akan menunggu kita, ya berlomba-lomba mendapatkan
pekerjaan. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana wajah saya ketika menganggur
dirumah. Semoga hanya sebentar masa menunggunya. Aamiin.
♥♥♥
5 bulan
berpisah dari kampus. Memang benar saya sudah mendapat pekerjaan dan sempat
menganggur selama 3 bulan, sungguh 3 bulan itu sudah serasa 1 tahun saja. Sikap
ambisius saya inilah yang membuat saya tidak sabar terlalu lama dirumah. Namun,
alhamdulillah kini saya berusaha untuk menjatuhkan cinta pada pekerjaan ini.
dddddrrrrrrtttttt....
HP saya bergetar, SMS dari Jelita.
Assalamu’alaikum.... ukhtyku cantik...
Eh kemana aja nich? sudah lama tidak mendengar kabarmu,, BTW udah ada
yang melamar belum? kalau mau nikah kabar-kabar ya? ^^
Membacanya
membuat saya senyum-senyum tidak jelas. Nich anak, udah lama tidak SMS,
tiba-tiba SMS begituan. Bikin galau saja...
Saya fikir itu
hanyalah SMS biasa dari seorang sahabat yang sudah lama tidak bersua dan
ternyata 5 hari kemudian Jelita SMS lagi.
Assalamu’alaikum
cantik.....
Hari ini
ada dirumahkan?
Langsung saya
balas
Wa’alaikumsalam,
ada sayangku,, mau main po?
Dan langsung
dia balas
Mungkin
yang lain yang mau mampir.
Hah, aneh apa
sich maksudnya. Tapi tidak terlalu saya gubris karena kebetulan pulsa saya
tinggal 200 perak. Tapi kalau dipikir-pikir aneh juga ya. Ganjil.
13.00 WIB.
Minggu siang ini, saya memang tidak ada agenda penting, akhirnya menghabiskan
waktu membaca buku di depan ruang tamu. Dalam kekhusyukan dan ke asyikan
tentang apa yang sedang saya baca, terdengar suara motor. Tepat berhenti di
depan rumah. Hmm, siapa ya?
“Assalamu’alaikum...”
ucap tamu itu.
Tanpa berfikir
panjang setelah memakai kaus kaki, saya buka pintu rumah. Rasanya seperti
mendengar balon meletus saat melamu. Kaget, ya kaget. Ini siapa? Apa mata saya
tidak salah melihat? Ataukah saya cuma berhalusinasi?
“Menjawab salam
wajib kan ukht?” tanyanya lagi.
“Hah” sahut
saya kikuk. “Wa’alaikumussalam” lanjut saya yang masih tidak percaya kalau yang
berdiri dihadapan saya ini Faris. Fikri Al-Farisi. Orang yang dulu pernah saya
minta menjadi imam. “Oh ya silahkan masuk dan duduk”
Dengan jiwa
yang masih setengah bingung saya langsung meluncur ke dapur, membuatkannya
minum dan mengajak keponakan saya yang masih berumur 3 tahun untuk ikut keluar.
Biar ada muhrimnya gitu.
“Silahkan
diminum.” ucap saya sembari tersenyum. “ Kok antum tahu rumah saya?” selidikku.
“Jelita yang
ngasih tahu.” jawabnya santai sembari mengambil gelas.
Jujur saya
bingung dan kikuk apa tujuan dia kesini dan apa yang harus saya katakan
padanya. Rasanya seperti mimpi saja. Kalau boleh lari. Saya pasti sudah lari
sekencang-kencangnya, biarlah dia disini sendiri. Tapi ini sungguh nyata. Saya
harus menghadapinya. Ya Allah jujur saya masih malu dengan apa yang pernah
terjadi diantara kami.
Hening, ya
suasana berubah menjadi hening, cukup lama 10 menit. Akhirnya saya beranikan
diri untuk bertanya.” Jadi antum kesini...”
“Iya afwan
saya jadi bingung sendiri” serobotnya. “Bismillahirahmanirrahim” ucapnya
sembari menghela nafas. “Afwan ukht, mungkin saya lancang kesini tanpa memberi
kabar terlebih dahulu, saya cuma ingin membalas anti.”
Mendengarnya
mukaku langsung berkerut. Apa? Membalas?
“Afwan, maksud
saya membalas kenekatan anti yang telah membuat saya kaget.” lanjutnya.
“Soal itu,
afwan, afwan jiddan.” ucap saya penuh penyesalan. “Mungkin saya terlalu lancang
dan terlalu berani, atau saya yang tidak tahu malu” tambah saya penuh
penyesalan.
“Justru saya
berterimakasih pada anti, kalau anti tidak mengingatkan mungkin saya tidak terlalu
menyadari semua ini” ucapnya. “Setelah anti mengatakan itu jujur saya tidak
melakukan istikhoroh saat menjawabnya, yang terpikir dalam benak saya ini
bukanlah pilihan tapi pertanyaan tantang dan keharusan. Tapi saya menyadari
kelemahan diri saya ketidakmampuan saya waktu itu. Akhirnya sampai saya menemukan
buku dan membacanya.” ucapnya sembari menghela nafas. “Yang intinya percakapan
Rasulullah SAW dengan ‘Ukaf bin Wada’ah Al Hilali, tentang mengapa ‘Ukaf belum
beristri padahal dia sehat lagi berkemampuan. “ urainya. “Lalu beliau bersabda
bahwa golongan umat beliau adalah yang mematuhi perintahnya yaitu menikah bagi
siapa yang telah mempunyai kemampuan untuk menikah. Orang yang paling durhaka
diantara kalian adalah yang membujang, dan orang yang mati paling hina diantara
kamu ialah kematian bujangan, maka menikahlah!” urainya panjang lebar. Ya
nampaknya Faris telah menghafalkan dialek ini semalaman. Meskipun demikian saya
hanya bisa menunduk mendengar penuturannya. “Oleh karena itu ukht, ijinkalah
saya yang meminta!” tandasnya.
Sontak jantung
saya berdetak tak karuan, saya pegang erat adik ponakan dalam pangkuan
saya.
“Saya bukannya
menolak anti, tapi saya merasa kurang lazim kalau anti yang mengatakannya, maka
ijinkan saya yang meminta!” ucapnya lagi kali ini sangat menohok hati. “Anti
belum dikhitbah kan?” tanyanya.
“Belum” jawab
saya dengan nada agak serak. Jujur tangis saya ingin pecah saat itu.
“Kalau begitu,
bismillahirahmanirrahim, saya datang kerumah anti untuk mengkhitbah anti.”
tegasnya. “Selayaknya dulu anti memberi waktu, maka saya pun juga akan memberikan
waktu pada anti untuk mengistikhorohkannya.”
Ya Allah, saya
tidak pernah menyangka semua ini kembali lagi pada saya. Sekarang dia yang
memintanya. Dia sungguh-sungguh memintanya, betapa salahnya saya atas
ketidaksabaran saya waktu dulu. Ampuni saya Ya Allah.
♥♥♥
Saya sudah
menjawab permintaanya lewat SMS, bahwa saya bersedia dan keluarga saya pun sudah saya
beritahu dan mereka setuju. Dua minggu setelah itu dia kembali datang dengan
membawa keluarga besarnya. Kami pun mulai membicarakan keseriusan niat dan
jadilah satu bulan kedepan kami menikah.
♥♥♥
Subhanallah,
indah memang dan selayaknya kita sebagai akhwat bersabar dalam penantian ini
kalaupun tak kuasa bolehlah memintakan kepada wali kita untuk melamarkan
seseorang untuk kita. Kisah Anisa Lutfiya Izzah bisa saja terjadi dikehidupan nyata, namun
bisa saja hanya menjadi sebuah fiktif semata. Semoga Allah selalu memberikan
kita terutama akhwat kesabaran dalam penantian ini. Aamiin. Isilah masa penantian
ini dengan memperdalam ilmu agama, memperbanyak membaca, istikhomah tilawah
Al-Qur’an, dan menambah hafalan. Wallahu’alam.
Hari triardiyanti♥♥♥